Kasus suap judi online yang terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Barat, tim penyidik Markas Besar Kepolisian RI kembali menetapkan seorang anggota kepolisian sebagai tersangka baru. Setelah menjadikan AKP DS dan AKBP MB sebagai tersangka, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri kini menetapkan seorang Brigadir berinisial AI, sebagai tersangka.
“Tersangka baru tersebut berinisial AI, anggota Polda Jawa Barat dengan pangkat Brigadir,” ujar Pelaksana Harian Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Polri, Komisaris Besar Djoko Poerwanto di Jakarta, Rabu (5/11). Dia, menurut Djoko, diduga turut menikmati uang hasil penyuapan tersebut.
“Dugaan awal penyidik Brigadir AI tidak ikut disuap tapi ikut menikmati uang hasil suap tersebut,” kata Djoko. Uang yang diterima oleh Brigadir AI berkisar Rp 155 Juta, yang diberikan oleh tersangka DS sebanyak dua kali.
Berdasarkan keterangan pers yang didapat CNNindonesia, AI menerima Rp 120 Juta dari suap pertama terhadap DS sebesar Rp 240 Juta, dan Rp 35 Juta sisanya didapat dari suap kedua sebesar Rp 70 Juta. Sebagai catatan, DS menerima suap sebanyak tiga kali dan suap terakhir berjumlah Rp 60 Juta.
Meski Brigadir AI sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi saat ini belum dilakukan penahanan. “Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Oktober, untuk penahanan tunggu saja karena ini bertahap,” ujar Djoko.
Sementara itu tersangka kasus suap judi online dengan tersangka Ajun Komisaris Besar MB, berkasnya masih menunggu persetujuan Kejaksaan Agung. Djoko mengatakan berkas kasus MB masih dalam tahap P19, alias berkas masih dikembalikan untuk dilengkapi.
“Baru P19, masih ada data yang kurang menurut jaksa peneliti,” ujar Djoko.
MB dan DS ditetapkan sebagai tersangka setelah menerima duit Rp 6,5 miliar dari tersangka judi online. Tersangka berinisial AI, DT, dan T meminta kepada MB dan DS agar blokir rekening mereka dibuka. Pada Juli 2014 rekening ketiganya dibuka setelah diblokir sejak tahun 2013.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai bentuk revolusi mental yang semestinya dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bukan terletak pada ada atau tidaknya posisi ajudan bagi Kepala Polres (Kapolres).
Menghilangkan praktik korupsi, kekerasan serta membangun kepercayaan publik dinilai lebih esensial.
“Polisi tanpa ajudan merupakan bagian kecil saja dari revolusi mental,” kata Komisioner Kompolnas, M. Nasser saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (11/11).
Nasser mengatakan ada tiga hal lain yang perlu diperhatikan oleh kepolisian jika ingin melakukan revolusi mental dalam tubuh kepolisian. Poin pertama, lanjutnya, Polri mesti membangun kepercayaan di mata masyarakat.
“Kepercayaan ini bisa dibangun bila pelayanan dalam tubuh Polri dilakukan dengan baik, sepenuh hati serta tidak ada lagi rekayasa kasus,” kata Nasser.
Nasser menyampaikan jika kepercayaan tersebut sudah didapatkan maka pada akhirnya akan mendorong masyarakat untuk mencintai Polri.
Lebih jauh lagi, poin selanjutnya berkaitan dengan meminimalisir kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, baik di dalam kantor maupun di luar kantor. Hal itu terutama berkaitan dengan proses pemeriksaan tersangka.
“Kita seringkali masih bisa temukan, polisi butuh pengakuan tersangka tetapi menggunakan cara menyiksa,” kata dia.
Nasser mencontohkan polisi diduga melakukan penyiksaan saat melakukan pemeriksaan terhadap lima tersangka kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) Saat itu, para tersangka dilaporkan mencabut berita acara pemeriksaan setelah mengaku disiksa penyidik saat dimintai keterangan.
Selain meminimalisir tindakan kekerasan, Nasser mengatakan pihak kepolisian dinilai sudah melakukan revolusi mental jika sudah berhasil menghilangkan praktik korupsi, penerimaan gratifikasi dan menolak suap.
Salah satu kasus dugaan suap kepolisian yang banyak mendapatkan sorotan adalah yang menimpa AKBP MB dan DS, personel kepolisian dari Polisi Daerah Jawa Barat (Polda Jawa Barat).
Keduanya ditangkap setelah ketauan menerima suap terkait kasus judi online yang sedang mereka tangani. Berkas MB sendiri masih bolak balik antara Kejaksaan Agung dan Polri sementara kasus DS Masih dikembangkan.
“Jika Polri bisa menghilangkan praktik suap, membangun kepercayaan serta meminimalisir kekerasan barulah bisa disebut sudah merevolusi mental,” kata dia.
Sebelumnya, wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengatakan revolusi mental dalam tubuh Polri saat ini sudah dilakukan dengan peniadaan ajudan bagi para Kepala Polres.
“Penghilangan posisi ajudan bagi Kapolres di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengubah persepsi publik atas pejabat Polri,” kata dia.
Revolusi mental merupakan perubahan yang digagas Presiden Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga telah menyepakati delapan agenda antikorupsi yang dianggap strategis mencegah korupsi. Penguatan aparat penegak hukum merupakan salah satu agenda yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Jokowi.
Sumber: CNN Indonesia